06 Apr 2012 07:41 WIB
Banjir di Jakarta disebabkan karena memang urbanisasi dan pendudukan bantaran sungai sebagai tempat pemukiman. Anda sudah tau kan Jakrta adalah tujuan utama di Indonesia sebagai tempat hijrah.
Celakanya sejak masa kemerdekaan hingga sekarang, pemerintah tak mampu mencegah laju urbanisasi ke Jakarta. Jadi penduduk Indonesia tersebar tidak merata. Manajemen pemerintahanlah yang kurang bagus.
Banjir yang terjadi sejak Senin (2/4) hingga Rabu (4/4) telah menyebabkan 75 RW dan ribuan rumah di Jakarta dan Tangerang terendam. Meski curah hujan rendah, namun sejumlah sungai tetap saja meluap. Apa penyebabnya?
Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, banjir terjadi akibat meluapnya Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, Kali Angke dan sebagian Kali Ciliwung. Padahal curah hujan yang terjadi tidak terlalu besar. Hanya sekitar 142 mm/hari pada Selasa (3/4).
"Jauh lebih kecil dibandingkan dengan saat banjir Jakarta tahun 1996 hujannya 300 mm/hari. Banjir tahun 2007 hujan 340 mm/hari," jelas Sutopo dalam pesan tertulis kepada detikcom, Kamis (5/4/2012).
Menurut Sutopo, saat ini luas daerah aliran sungai (DAS) Pesanggrahan 177 km2. Hulunya di perumahan Budi Agung, Tanah Sereang Kota Bogor, dan hilir bertemu dengan Cengkareng Drain. Hampir 70% kawasan terbangun dari luas DASnya. Permukiman padat sekitar 45% dari luas DAS tersebar di bagian hilir, mulai dari Kebayoran Lama, Kedoya dan Kebon Jeruk Jakarta Barat.
Kawasan hijau hanya 7% dan tidak merata. Sedangkan luas DAS Angke 239 km2 dengan hulu di perumahan Yasmin Bogor kemudian melewati Parung, Bojonggede, Ciputat, Serpong dan bermuara di Mookevart. Hampir 60% dari luas DAS adalah permukiman padat. Sisanya tegalan, lahan kosong, semak. Tidak ada hutan.
"Dengan kondisi tutupan lahan yang demikian maka hujan yang turun hampir 70% langsung menjadi limpasan permukaan. Buruknya drainase dan sungai maka tidak mampu mengalirkan limpasan permukaan," sambungnya.
Sementara itu, kapasitas debit sungai saat ini hanya mampu menampung 20% dari debit banjir yang ada. Adanya penyempitan dan pendangkalan sungai menyebabkan sekitar 80% debit sungai menjadi banjir yang menggenangi permukiman. Dengan kondisi tersebut suatu hal yang wajar jika terjadi banjir. "Justru akan aneh jika tidak banjir karena dari sistem hidrologi memang sudah tidak seimbang," imbuhnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 2,3 triliun. Dana tersebut untuk normalisasi tiga sungai yaitu Pesanggrahan, Angke dan Sunter.
"Pelaksanaannya dimulai tahun 2011-2014. Pertahun dialokasi Rp 600 miliar yang dilakukan oleh Kementerian PU dan Pemprov DKI, PU menangani aspek teknis untuk konstruksinya, dan DKI untuk masalah pembebasan lahan," ungkap Sutopo.
Dengan normalisasi, lanjut kandidat profesor riset hidrologi ini, kapasitas debit sungai meningkat empat kali lipat dari debitnya pada saat ini. Pada tahun ini akan dilakukan normalisasi Kali Pesanggrahan sepanjang 8 km dan Kali Angke 6 km. Total normalisasi Kali Pesanggrahan 26,7 km dengan melebarkan sungai dari 10-15 meter pada saat ini menjadi 30-40 meter.
Akibatnya debit sungai akan meningkat dari 30 m3/detik menjadi 220,3 m3/detik. Normalisasi Sungai Angke dilakukan sepanjang 20 KM, dengan melebarkan dari 10-15 meter menjadi 27-30 meter pada akhir 2014. Kapasitas debit air juga akan meningkat dari 16 m3/detik menjadi 200 m3/detik.
"Namun keberhasilan normalisasi tersebut sangat tergantung juga peran serta masyarakat dan dunia usaha. Sebab saat ini banyak masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Bahkan tidak sedikit yang rumah dibangun di dalam badan sungai sehingga masalah pembebasan lahan sangat berperan keberhasilan program mengatasi banjir," pesannya.
Banjir yang terjadi sejak Senin (2/4) hingga Rabu (4/4) telah menyebabkan 75 RW dan ribuan...
Link:
http://news.detik.com/read/2012/04/06/074140/1886432/10/curah-hujan-rendah-kok-jakarta-masih-banjir